Menu:

 
Seorang pemain sirkus memasuki hutan untuk mencari anak ular yang akan dilatih bermain sirkus. Beberapa hari kemudian, ia menemukan beberapa anak ular dan mulai melatihnya. Mula-mula anak ular itu dibelitkan pada kakinya.

Setelah ular itu menjadi besar dilatih untuk melakukan permainan yang lebih berbahaya, di antaranya membelit tubuh pelatihnya. Sesudah berhasil melatih ular itu dengan baik, pemain sirkus itu mulai mengadakan pertunjukkan untuk umum. Hari demi hari jumlah penontonnya semakin banyak. Uang yang diterimanya semakin besar. Suatu hari, permainan segera dimulai. Atraksi demi atraksi silih berganti. Semua penonton tidak putus-putusnya bertepuk tangan menyambut setiap pertunjukkan. Akhirnya, tibalah acara yang mendebarkan, yaitu permainan ular. Pemain sirkus memerintahkan ular itu untuk membelit tubuhnya. Seperti biasa, ular itu melakukan apa yang diperintahkan. Ia mulai melilitkan tubuhnya sedikit demi sedikit pada tubuh tuannya. Makin lama makin keras lilitannya. Pemain sirkus kesakitan. Oleh karena itu ia lalu memerintahkan agar ular itu melepaskan lilitannya, tetapi ia tidak taat. Sebaliknya ia semakin liar dan lilitannya semakin kuat. Para penonton menjadi panik, ketika jeritan yang sangat memilukan terdengar dari pemain sirkus itu, dan akhirnya ia terkulai mati.

Renungan : “Kadang-kadang dosa terlihat tidak membahayakan. Kita merasa tidak terganggu dan dapat mengendalikannya. Bahkan kita merasa bahwa kita sudah terlatih untuk mengatasinya. Tetapi pada kenyataanya, apabila dosa itu telah mulai melilit hidup kita, sukar dapat melepaskan diri lagi daripadanya.”

 
Pernahkah kita mengalami ketika hujan deras mengguyur, kita lupa membawa payung. Lalu kita pun berbasah kuyup kedinginan. Namun, ketika kita siapkan jas hujan, justru panas dan terik datang membakar hari. Sebalkah anda?

Atau mungkin kita pernah terburu-buru mengejar waktu, tetapi perjalanan malah tersendat, seolah membiarkan kita terlambat. Namun, ketika kita ingin melaju dengan tenang, pengendara lain malah membunyikan klakson agar kita mempercepat langkah. Sebalkah anda?

Mengapa keadaan seringkali tidak bersahabat? Mereka seakan meledek, mengecoh, bahkan tertawa terbahak-bahak. Inikah yang disebut dengan “ketidakmujuran”?

Sadari saja, itu adalah cara alam menghibur kita. Itulah cara alam mengajak kita tersenyum, menertawakan diri kita sendiri, dan bergurau secara nyata. Kejengkelan itu muncul dari karena kita tak mencoba bersahabat dengan keadaan. Kita hanya mementingkan diri sendiri. Kita lupa bahwa jika toh keinginan kita tidak tercapai, tak ada salahnya kita menyambutnya dengan senyum, meski secara kecut, tak apalah